
Menyempurnakan Ibadah dengan Ketaatan
Dam haji dan umrah. Ibadah haji dan umrah adalah puncak kerinduan spiritual seorang Muslim. Keduanya merupakan perjalanan suci yang memiliki tata cara dan aturan yang sangat detail. Di antara sekian banyak aturan tersebut, terdapat satu istilah yang sangat penting dan wajib dipahami oleh setiap jamaah Dam.
Bagi sebagian jamaah, Dam mungkin terdengar menakutkan karena ia identik dengan denda atau sanksi. Namun, sejatinya, Dam adalah bagian dari mekanisme penyempurnaan ibadah yang disyariatkan dalam Islam. Ia berfungsi sebagai tebusan atas pelanggaran yang tidak disengaja maupun sebagai konsekuensi dari memilih jenis ibadah tertentu.
Lantas, apa sebenarnya Dam itu? Mengapa ia menjadi kewajiban syar’i? Dan apa saja jenis-jenisnya? Artikel ini akan mengupas tuntas Dam Haji dan Umrah, mulai dari definisi, dalil, hingga macam-macamnya.
1. Dam Haji dan Umrah itu apa?
Secara bahasa, istilah Dam berasal dari bahasa Arab yang berarti darah. Makna ini sering kali merujuk pada darah yang dialirkan, sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa sumber keilmuan Islam, termasuk NU Online. Dalam konteks ibadah, seperti yang tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Dam didefinisikan sebagai denda karena melanggar salah satu ketentuan yang berkenaan dengan ibadah haji atau umrah.
Definisi Syar’i Dam haji dan umrah
Dalam keilmuan fikih haji dan umrah, Dam diartikan sebagai sanksi atau kifarat (tebusan) yang diwajibkan kepada seseorang yang sedang berhaji atau berumrah karena melakukan pelanggaran terhadap larangan ihram atau meninggalkan salah satu kewajiban haji/umrah.
Dam sangat erat kaitannya dengan istilah Hadyu, yaitu hewan kurban (unta, sapi, atau kambing) yang dihadiahkan atau disembelih di Tanah Haram. Oleh karena itu, secara praktis, Dam juga bermakna aktivitas mengalirkan darah dari hewan kurban atau menyembelih hewan kurban sebagai bentuk pelaksanaan sanksi.
Bentuk Pelaksanaan Dam haji dan umrah : Fleksibilitas Sanksi
Meskipun bentuk utamanya adalah penyembelihan hewan kurban, syariat memberikan pilihan bagi jamaah yang memiliki kendala:
- Menyembelih Hewan Kurban (Hadyu): Umumnya seekor kambing, 1/7 sapi, atau 1/7 unta.
- Memberi Makan Fakir Miskin (Sedekah): Dengan takaran tertentu.
- Berpuasa (Fidyah): Sebagai ganti dari hewan kurban atau sedekah.
Pilihan ini disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Beberapa Dam bersifat Taqdir (ukurannya sudah ditentukan), sementara yang lain bersifat Takhyir (boleh memilih salah satu sanksi).
2. Landasan Hukum: Dalil Dam dalam Al-Qur’an
Kewajiban Dam bukanlah aturan buatan manusia, melainkan bersumber langsung dari perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an. Ini menunjukkan pentingnya Dam sebagai bagian dari penyempurnaan ritual ibadah (nusuk). Berikut adalah tiga dalil utama yang menjadi dasar hukum Dam:
A. Surat Al-Baqarah Ayat 196 (Dasar Dam Tamattu’ dan Fidyah)
Ayat ini secara eksplisit mengatur tentang kewajiban Dam bagi jamaah yang menjalankan haji Tamattu’ (Umrah dulu, lalu Haji), serta Fidyah bagi yang melanggar larangan ihram karena uzur (sakit atau gangguan di kepala):
“Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban.” (QS. Al-Baqarah: 196)
B. Surat Al-Maidah Ayat 95 (Dasar Dam Pemburuan)
Ayat ini menjadi dasar hukum bagi sanksi Dam yang timbul akibat melanggar larangan ihram, khususnya perihal berburu:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuh dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah atau membayar kafarat dengan memberi makan orang miskin atau puasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu. Supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya.” (QS. Al-Maidah: 95)
C. Surat Al-Hajj Ayat 33 (Dasar Tujuan Hadyu/Kurban)
Ayat ini menegaskan tentang keberadaan dan manfaat hewan kurban (Hadyu) yang menjadi bentuk utama dari Dam:
“Bagi kamu padanya (hewan hadyu) ada beberapa manfaat, sampai waktu yang ditentukan, kemudian tempat penyembelihannya adalah di sekitar Baitul Atiq (Baitullah).” (QS. Al-Hajj: 33)
3. Jenis-Jenis Dam haji dan umrah Menurut Mazhab Syafi’i
Merujuk pada sumber-sumber fikih klasik seperti Kitab At-Taqrib, Fathul Qarib, Tausyikh, dan Hasyiyyah Al-Bajuri, Dam dalam Mazhab Syafi’i diklasifikasikan menjadi lima jenis utama. Klasifikasi ini sangat penting karena menentukan besaran dan bentuk sanksi yang harus dilaksanakan:
A. Dam Tertib dan Taqdir (Berurutan dan Ukuran Pasti)
Dam jenis ini harus dilakukan secara berurutan (tertib) dan ukurannya sudah ditetapkan (taqdir). Jika sanksi pertama tidak mampu dilakukan, baru berpindah ke sanksi berikutnya.
- Penyebab: Meninggalkan salah satu kewajiban haji/umrah (seperti tidak ihram dari Miqat, tidak Mabit di Muzdalifah/Mina, atau tidak Tawaf Wada’).
- Sanksi (Berurutan):
- Menyembelih seekor kambing.
- Jika tidak mampu, puasa 10 hari (3 hari di Makkah, 7 hari di Tanah Air).
B. Dam Takhyir dan Ta’dil (Boleh Memilih dan Sebanding Nilai)
Dam ini memberikan pilihan (takhyir) kepada jamaah, namun sanksinya harus disesuaikan (ta’dil) dengan nilai hewan buruan yang dibunuh.
- Penyebab: Membunuh hewan buruan darat saat sedang ihram.
- Sanksi (Boleh Memilih):
- Menyembelih hewan ternak yang sebanding dengan hewan buruan yang dibunuh.
- Memberi makan fakir miskin seharga hewan tersebut.
- Berpuasa sebanding dengan jumlah makanan yang seharusnya disedekahkan.
C. Dam Takhyir dan Taqdir (Boleh Memilih dan Ukuran Pasti)
Dam ini juga memberikan pilihan (takhyir), dan ukurannya telah ditentukan (taqdir) oleh syariat.
- Penyebab: Melanggar beberapa larangan ihram, seperti memakai pakaian berjahit (bagi pria), memakai wewangian, atau bercukur/memotong kuku.
- Sanksi (Boleh Memilih):
- Menyembelih seekor kambing.
- Memberi makan enam orang fakir miskin (masing-masing 2 mud).
- Berpuasa selama 3 hari.
D. Dam Tertib dan Ta’dil (Berurutan dan Sebanding Nilai)
Dam ini dikenakan bagi jamaah yang terhalang (ihsar) untuk menyempurnakan haji atau umrah, seperti karena sakit parah atau terkepung musuh.
- Penyebab: Terhalang (ihsar) dari menyempurnakan haji/umrah setelah berihram.
- Sanksi (Berurutan):
- Menyembelih seekor kambing di tempat terhalang, lalu bertahallul.
- Jika tidak mampu, memberi makan fakir miskin di tempat terhalang.
E. Dam Tertib dan Taqdir (Haji Tamattu’ dan Qiran)
Meskipun sering dimasukkan dalam kategori terpisah, Dam karena jenis manasik ini memiliki aturan khusus yang bersifat wajib dan berurutan.
- Penyebab: Melaksanakan Haji Tamattu’ (Umrah lalu Haji) atau Haji Qiran (Haji dan Umrah digabung).
- Sanksi (Berurutan):
- Menyembelih seekor kambing (Hadyu Tamattu’ atau Qiran).
- Jika tidak mampu, puasa 10 hari (3 hari selama haji di Makkah, dan 7 hari di Tanah Air).
4. Pentingnya Membayar Dam sebagai Kewajiban Syar’i
Melaksanakan Dam adalah bentuk ketaatan mutlak terhadap syariat. Berikut adalah alasan mengapa Dam sangat penting:
- Penyempurna Ibadah: Dam berfungsi sebagai penambal kekurangan atau pelanggaran dalam pelaksanaan ibadah, memastikan haji atau umrah tetap sah dan sempurna di mata syariat.
- Konsekuensi Hukum: Ia adalah konsekuensi logis dari pilihan manasik (seperti Tamattu’ atau Qiran) atau pelanggaran (seperti mencukur rambut sebelum waktunya).
- Keadilan Sosial: Daging Dam harus dibagikan kepada fakir miskin di Tanah Haram, menjadikan sanksi ini memiliki dimensi kemanusiaan dan pemerataan rezeki.
Sikap Jamaah terhadap Kewajiban Dam
Memahami Dam Haji dan Umrah adalah bagian dari persiapan spiritual dan teknis sebelum berangkat ke Tanah Suci. Jamaah harus bersikap proaktif, memastikan setiap aturan ibadah ditaati, dan mempersiapkan diri, baik secara finansial maupun pemahaman, jika Dam memang harus dibayarkan.
Dengan melaksanakan Dam sesuai ketentuan syar’i, seorang Muslim tidak hanya terbebas dari sanksi, tetapi juga mendapatkan kesempurnaan dan keberkahan dari ibadah haji atau umrah yang ia tunaikan
Sudahkah Anda memahami semua rukun dan wajib haji?
Dam adalah sanksi jika Anda meninggalkan salah satu wajib haji. Pastikan Anda tahu perbedaannya!
Baca juga: ( 13 larangan haji dan umrah )
