Hajar Aswad di Ka’bah: Fakta, Sejarah, dan Keutamaannya Menurut Hadis

hajar aswad

Hajar Aswad adalah salah satu simbol paling suci dan bersejarah dalam Islam. Batu hitam ini tertanam di sudut timur Ka’bah, menjadi titik awal dan akhir dari setiap putaran tawaf. Bagi umat Islam di seluruh dunia, Hajar Aswad bukan sekadar batu, melainkan lambang penghambaan, ketaatan, dan kecintaan kepada Allah SWT serta Rasulullah SAW. Dalam berbagai kitab klasik dan hadis sahih, batu mulia ini disebut sebagai batu yang berasal dari surga dan memiliki makna spiritual yang sangat mendalam.

Asal Usul Hajar Aswad: Batu dari Surga yang Menjadi Saksi Umat Manusia

Menurut para ulama dan riwayat sahih, Hajar Aswad berasal dari surga. Imam Al-Ghazali dalam Asrārul Hajj menyebut bahwa Hajar Aswad pada awalnya berwarna putih bersih seperti susu, namun kemudian berubah menjadi hitam akibat dosa-dosa manusia yang menyentuhnya. Hal ini menggambarkan simbolisasi mendalam bahwa manusia adalah makhluk yang tidak luput dari dosa, namun senantiasa diberi kesempatan untuk bertobat.

Keutamaan Mencium Hajar Aswad Menurut Hadis

Di antara keutamaan Hajar Aswad di ka’bah yang paling dikenal adalah disyariatkannya mencium batu tersebut saat tawaf. Amalan ini didasarkan pada contoh langsung dari Rasulullah SAW. Dalam hadis sahih riwayat Bukhari, disebutkan kisah Sayyidina Umar bin Khattab RA yang suatu ketika mendatangi Hajar Aswad dan berkata:

إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ

“Sungguh, aku tahu engkau hanyalah batu yang tidak bisa memberi manfaat dan tidak bisa menimbulkan mudarat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu, aku pun tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menunjukkan bahwa mencium Hajar Aswad di ka’bah bukanlah karena batu itu memiliki kekuatan gaib, tetapi semata-mata karena mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Musthafa Dib al-Bugha dalam penjelasannya menegaskan bahwa pahala mencium Hajar Aswad muncul karena ketaatan terhadap sunnah Nabi, bukan karena batu itu memiliki tuah atau kemampuan khusus.

Hajar Aswad: Batu Paling Mulia di Bumi

Hajar Aswad menempati posisi paling mulia di antara batu-batu lainnya di dunia. Batu ini terletak di sudut timur Ka’bah, pada bagian yang pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Allah SWT mengabadikan peristiwa ini dalam firman-Nya:

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): ‘Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’” (QS. Al-Baqarah: 127)

Ayat ini memperlihatkan bahwa Hajar Aswad menjadi bagian penting dari bangunan suci yang dibangun atas perintah Allah. Oleh karena itu, posisinya di Ka’bah bukan kebetulan, melainkan memiliki kedudukan mulia dan simbolik dalam ibadah umat Islam.

Tempat Dimulainya Tawaf di Sekitar Ka’bah

Salah satu keistimewaan Hajar Aswad adalah fungsinya sebagai titik awal dan akhir tawaf. Seluruh jamaah haji maupun umrah wajib memulai dan mengakhiri putaran tawaf mereka di titik di mana Hajar Aswad berada. Posisi batu ini berada di sudut timur laut Ka’bah, dan setiap kali melewatinya, jamaah disunnahkan untuk mengangkat tangan ke arahnya sambil mengucapkan:

بِسْمِ اللهِ، اللهُ أَكْبَرُ

“Bismillāh, Allāhu Akbar.”

Tindakan ini disebut istilam, yaitu bentuk penghormatan kepada sunnah Nabi SAW. Bagi jamaah yang tidak memungkinkan untuk mencium batu tersebut karena padatnya kerumunan, cukup dengan melambaikan tangan tanpa menyentuhnya secara langsung.

Hajar Aswad: Simbol Baiat kepada Allah SWT

Dalam riwayat Abu Ubaid, Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa Hajar Aswad adalah “tangan Allah di bumi.”

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ فَاوَضَهُ، فَإِنَّمَا يُفَاوِضُ يَدَ الرَّحْمَنِ

“Barangsiapa yang bersalaman dengannya (Hajar Aswad), seolah-olah ia sedang bersalaman dengan Allah Yang Maha Pengasih.” (HR. Ibnu Majah, No. 2957)

Makna hadis ini bersifat simbolis, bukan literal. perantara untuk memperbarui komitmen keimanan dan ketulusan umat Islam kepada Allah SWT. Dengan menyentuhnya, seorang Muslim diingatkan kembali akan janjinya untuk selalu taat kepada perintah-Nya.

Kesaksian Hajar aswad di Hari Kiamat

Dalam riwayat disebutkan bahwa Hajar Aswad akan diberi kemampuan berbicara oleh Allah SWT pada hari kiamat.

“Sesungguhnya Hajar Aswad akan datang pada hari kiamat dengan memiliki dua mata dan satu lisan, ia akan bersaksi untuk setiap orang yang menyentuhnya dengan kebenaran.”

(HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Hal ini menunjukkan betapa besar kedudukan amal kecil yang dilakukan dengan niat tulus karena Allah. Menyentuh batu mulian ini bukan sekadar simbol, tetapi sebuah pernyataan keimanan yang akan disaksikan di hadapan Allah SWT kelak.

Makna Spiritual di Balik Hajar Aswad

Secara spiritual, batu mulia ini menjadi pengingat bahwa segala ibadah dalam Islam selalu mengandung dimensi lahir dan batin. Tindakan mencium atau mengusap batu bukanlah penyembahan, melainkan bentuk cinta dan pengagungan terhadap Allah melalui sunnah Nabi-Nya.

Batu ini mengajarkan nilai ketaatan, kesetiaan, dan pengingat akan dosa yang membuatnya berubah warna. Sebagaimana manusia, batu itu pun menjadi saksi dari perjalanan panjang umat Islam menuju ampunan dan ridha Allah SWT.

batu mulia ini bukan sekadar batu yang terletak di Ka’bah, melainkan simbol keimanan, ketaatan, dan pengingat akan hubungan manusia dengan Allah SWT. Dari asalnya yang putih bersih hingga menjadi hitam karena dosa manusia, Hajar Aswad menyimpan pesan moral dan spiritual yang sangat mendalam. Ia menjadi saksi perjalanan ibadah, tempat dimulainya tawaf, dan simbol perjanjian antara hamba dengan Tuhannya.

Maka ketika jamaah haji atau umrah berkesempatan menyentuh atau sekadar melambaikan tangan ke arah Hajar Aswad, hendaknya dilakukan dengan penuh kesadaran, cinta, dan pengharapan kepada Allah SWT. Karena di sanalah, tersimpan jejak Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan Rasulullah SAW serta doa-doa jutaan umat Islam yang terus bergema dari masa ke masa

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *