
Gerbang Penyempurnaan Haji
Setelah puncak spiritual Wukuf di Arafah dan mabit (bermalam) di Muzdalifah, jemaah Haji memasuki fase yang paling menantang secara fisik: Mabit di Mina dan Ritual Melontar Jumrah. Fase ini merupakan penutup rangkaian inti ibadah Haji dan dikategorikan sebagai wajib haji yang memiliki konsekuensi syar’i jika diabaikan. Artikel ini akan memandu Anda memahami kewajiban, tata cara, dan hikmah di balik fase krusial ini.
Hari-hari Penting di Mina: Idul Adha dan Tasyriq
1. Hari Idul Adha (10 Dzulhijjah)
Hari ini disebut juga Yaumul Nahr (Hari Penyembelihan). Pada 10 Dzulhijjah, jemaah melaksanakan tiga rangkaian ibadah utama di Mina. Pertama, mereka hanya melontar tujuh kerikil pada Jumrah Aqabah (Kubra). Kedua, bagi yang melaksanakan Haji Tamattu’ atau Qiran, mereka menyembelih qurban atau Hadyu. Terakhir, dilakukan Tahalul Awal, yaitu mencukur atau memotong rambut, yang secara efektif mengakhiri sebagian besar larangan ihram.
2. Hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah)
Tiga hari setelah Idul Adha dikenal sebagai Hari Tasyriq, dinamakan demikian karena pada masa lampau, daging qurban dijemur di hari-hari ini. Jemaah diwajibkan untuk bermalam (mabit) di Mina selama malam-malam Tasyriq (malam 11 dan 12 Dzulhijjah). Hukum mabit ini adalah wajib haji menurut mayoritas ulama. Meninggalkannya tanpa uzur syar’i yang dibenarkan, wajib diganti dengan membayar Dam (fidyah) berupa menyembelih seekor kambing.
Melontar Jumrah (Ramyu al-Jimār)
Melontar Jumrah adalah simbol dari perlawanan terhadap godaan setan yang datang kepada Nabi Ibrahim a.s. saat beliau akan melaksanakan perintah penyembelihan Nabi Ismail a.s. Ritual ini merupakan penegasan kembali ketaatan seorang hamba kepada perintah Allah ﷻ.
A. Melontar Jumrah pada 10 Dzulhijjah
Pada Hari Idul Adha, seperti yang telah disebutkan, jemaah hanya melontar Jumrah Aqabah (Kubra) sebanyak tujuh kali lontaran. Waktu afdal (terbaik) untuk melontar adalah pagi hari setelah matahari terbit, namun masih diperbolehkan hingga sebelum terbit fajar keesokan harinya.
B. Melontar Jumrah pada Hari Tasyriq (11 dan 12 Dzulhijjah)
Pada dua hari ini, jemaah wajib melontar tiga Jumrah secara berurutan, dimulai dari Jumrah Sughra (Kecil), dilanjutkan Jumrah Wustha (Tengah), dan diakhiri dengan Jumrah Kubra (Aqabah/Besar). Setiap Jumrah dilontar dengan tujuh kerikil secara terpisah, sehingga total jemaah melontar 21 kerikil per hari.
Waktu pelaksanaan Melontar Jumrah pada Hari Tasyriq dimulai setelah tergelincirnya matahari (waktu Zuhur) dan tidak sah jika dilakukan sebelum waktu tersebut. Waktunya berakhir saat matahari terbenam, tetapi diperbolehkan hingga terbit fajar keesokan harinya bagi jemaah yang memiliki uzur syar’i seperti lansia, sakit, atau kepadatan yang ekstrem.
C. Nafar Awal dan Nafar Tsani
Terdapat dua pilihan waktu kepulangan dari Mina, yang mempengaruhi berapa lama jemaah wajib mabit: Nafar Awal dan Nafar Tsani. Jemaah yang memilih Nafar Awal mabit hanya pada malam 11 dan 12 Dzulhijjah. Mereka harus meninggalkan Mina sebelum matahari terbenam pada tanggal 12 Dzulhijjah setelah selesai melontar. Sementara itu, jemaah yang memilih Nafar Tsani mabit hingga malam 13 Dzulhijjah dan melontar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Pilihan Nafar Tsani dinilai lebih utama dan afdal.
Dalil Syar’i Mengenai Mabit di Mina
Kewajiban Mabit di Mina didasarkan pada praktik (Sunnah) Rasulullah ﷺ dan rujukan Al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman, “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat (selesai dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak ada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya…” (QS. Al-Baqarah: 203). Ayat ini menjadi dasar legalitas Nafar Awal dan Nafar Tsani. Karena Rasulullah ﷺ secara konsisten melakukan Mabit di Mina dan bersabda, “Ambillah dariku manasik haji kalian,” (HR. Muslim) maka Mabit di Mina ditetapkan sebagai wajib haji.
Hikmah dan Spiritualisme di Mina
Mina adalah tempat ujian ketaatan dan kesabaran. Tiga hikmah utama fase ini adalah: Mengalahkan Godaan, di mana Melontar Jumrah mengajarkan perlawanan terus-menerus terhadap hawa nafsu dan bisikan setan. Persatuan Umat, di mana jutaan jemaah dari berbagai latar belakang tidur dalam kesederhanaan tenda yang sama, melambangkan kesetaraan di hadapan Allah. Dan Ketaatan Absolut, di mana ritual ini mengajarkan ketundukan total pada perintah Allah, meskipun maknanya bersifat simbolis.
Menyempurnakan Ketaatan
Fase Mabit di Mina dan Melontar Jumrah adalah penutup spiritual dan fisik bagi seluruh rangkaian ibadah haji. Kesabaran, ketertiban, dan ketaatan yang ditunjukkan di Mina adalah bekal berharga yang harus dibawa pulang oleh jemaah. Dengan menunaikan seluruh wajib haji ini dengan sempurna, jemaah diharapkan dapat meraih gelar Haji Mabrur yang sesungguhnya.
