
Kisah siti hajar Dalam sejarah Islam, Siti Hajar dikenal sebagai sosok perempuan tangguh yang perannya begitu besar dalam lahirnya peradaban di kota Makkah. Dari ketabahan dan keimanannya, lahir kisah yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari ibadah haji dan umrah, yaitu sa’i berjalan antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
Perjuangan Siti Hajar bukan sekadar kisah keibuan, tetapi juga teladan tentang keyakinan dan tawakal total kepada Allah SWT. Melalui kisah inilah, Allah memuliakan perjuangannya hingga diabadikan dalam Al-Qur’an dan dijadikan rukun dalam ibadah umrah.
Asal-Usul Siti Hajar dan Keluarga Nabi Ibrahim
Siti Hajar adalah istri dari Nabi Ibrahim AS dan ibu dari Nabi Ismail AS. Sebelum menikah dengan Nabi Ibrahim, ia merupakan seorang hamba sahaya yang membantu Siti Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim.
Setelah sekian lama Siti Sarah belum juga dikaruniai keturunan, dengan keikhlasan dan cinta kepada suaminya, ia mempersilakan Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar. Dari pernikahan itulah lahir seorang anak laki-laki yang kelak menjadi nabi, yakni Ismail AS.
Namun, sebagai manusia biasa, Siti Sarah pun merasakan rasa cemburu setelah Siti Hajar melahirkan. Dalam hikmah Allah SWT, datanglah perintah kepada Nabi Ibrahim untuk membawa Siti Hajar dan bayinya menuju lembah tandus di tanah Arab tempat yang kini kita kenal sebagai Makkah al-Mukarramah.
Perintah Allah dan Ujian di Lembah Bakkah
Perjalanan panjang itu membawa Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan bayi Ismail menuju lembah yang gersang tanpa tumbuhan dan manusia. Ketika sampai di sana, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk meninggalkan istri dan anaknya.
Dalam riwayat sahih, disebutkan bahwa Siti Hajar sempat bertanya kepada suaminya:
“Apakah Allah yang memerintahkanmu meninggalkan kami di tempat ini?”
Nabi Ibrahim menjawab, “Ya.”
Mendengar jawaban itu, Siti Hajar pun berkata dengan penuh keyakinan:
“Jika demikian, Allah tidak akan menelantarkan kami.”
Ucapan itu mencerminkan tawakal sejati, sebuah keyakinan bahwa perintah Allah tidak pernah membawa pada kebinasaan. Inilah salah satu momen paling agung dalam sejarah keteguhan iman seorang wanita.
Perjuangan Mencari Air dan Lahirnya Zamzam
Hari demi hari berlalu, perbekalan mereka habis, dan air susu Siti Hajar mulai mengering. Bayi Ismail menangis kehausan. Dalam kepanikan, Siti Hajar berlari dari satu bukit ke bukit lainnya antara Shafa dan Marwah mencari pertolongan, barangkali ada manusia atau sumber air di sekitar.
Ia terus berlari bolak-balik sebanyak tujuh kali, hingga akhirnya kelelahan. Namun pada saat itulah datang pertolongan Allah. Malaikat Jibril menampakkan diri dan memunculkan air dari tanah di bawah kaki bayi Ismail.
Siti Hajar segera menampung air itu sambil berkata, “Zumi, zumi!” yang berarti “berkumpullah.” Dari sinilah air itu disebut Zamzam, dan terus mengalir hingga kini.
Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis sahih (HR. Bukhari), Rasulullah SAW bersabda:
“Semoga Allah merahmati ibunda Ismail. Andai saja ia tidak menahan air itu, niscaya Zamzam akan menjadi sumber air yang mengalir deras di permukaan bumi.”
Air Zamzam menjadi simbol rahmat Allah dan bukti nyata bahwa pertolongan datang kepada mereka yang berusaha dan bertawakal.
Awal Mula Kehidupan di Makkah
Munculnya sumber air Zamzam menarik perhatian kafilah-kafilah dagang yang melintasi padang pasir. Mereka melihat burung beterbangan di atas lembah itu tanda adanya air.
Ketika mereka mendatangi tempat tersebut, mereka meminta izin kepada Siti Hajar untuk menetap di sekitar sumber air. Dengan bijaksana, ia mengizinkan mereka tinggal, asalkan hak atas air itu tetap miliknya.
Dari sinilah awal mula kehidupan dan peradaban di lembah Makkah bermula. Keteguhan satu perempuan dan rahmat Allah menjadikan daerah tandus itu menjadi kota suci yang kini menjadi pusat ibadah umat Islam seluruh dunia.
Sa’i: Mengenang Perjuangan Siti Hajar
Peristiwa Siti Hajar berlari antara bukit Shafa dan Marwah diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 158:
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya untuk melakukan sa’i antara keduanya.” (QS. Al-Baqarah: 158)
Ayat ini menegaskan bahwa sa’i bukan sekadar ritual, tetapi penghormatan atas perjuangan seorang ibu yang bertawakal sepenuhnya kepada Tuhannya.
Setiap jamaah yang berlari kecil antara Shafa dan Marwah sejatinya sedang meneladani langkah-langkah penuh iman dari Siti Hajar.
Makna Spiritual dari Kisah Siti Hajar
Kisah Siti Hajar memberikan pelajaran berharga bagi umat Islam, terutama bagi perempuan. Ia mengajarkan:
- Keteguhan iman dalam menerima takdir Allah.
- Ikhtiar maksimal sebelum menyerahkan hasil kepada-Nya.
- Tawakal sejati, bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang beriman.
- Peran perempuan yang dimuliakan Allah, karena dari perjuangan Siti Hajar lahirlah keturunan para nabi dan munculnya simbol keabadian: air Zamzam.
Kisah Siti Hajar bukan sekadar cerita masa lalu, tetapi warisan spiritual yang hidup dalam setiap ibadah umrah dan haji. Dari langkah-langkahnya di antara dua bukit, lahir syiar yang abadi sa’i, simbol perjuangan, pengorbanan, dan keyakinan yang tak tergoyahkan.
Maka, setiap kali jamaah melangkahkan kaki di Shafa dan Marwah, sejatinya mereka sedang mengenang perjuangan seorang ibu yang beriman teguh kepada Allah SWT. Siti Hajar adalah bukti bahwa dari kelemahan lahir kekuatan, dan dari kesendirian lahir peradaban suci.
