Panduan Thaharah dan Shalat di Masjidil Haram

Panduan Tharahah

Masjidil Haram di Makkah adalah pusat ibadah seluruh umat Islam. Setiap langkah di dalamnya bernilai pahala berlipat ganda, namun kondisi padat dan tuntutan waktu seringkali memunculkan tantangan, terutama terkait menjaga kesucian (thaharah) dan pelaksanaan shalat.

Artikel ini akan memberikan panduan fikih praktis dan solusi akurat berdasarkan referensi terpercaya agar ibadah Anda di Tanah Suci berjalan lancar, sah, dan khusyuk.

1. Memahami Thaharah di Masjidil Haram

Thaharah (bersuci) adalah syarat sah utama dalam shalat dan tawaf. Kebersihan diri dari hadas (kecil dan besar) serta najis sangat krusial.

A. Fasilitas Wudu di Masjidil Haram

  • Lokasi: Tempat wudu tersebar di area basement, dekat pintu-pintu masuk utama, dan beberapa area luar masjid. Carilah petunjuk arah atau bertanya kepada petugas.
  • Antrean: Saat musim haji atau puncak umrah, antrean wudu bisa sangat panjang. Tips: Selalu upayakan mengambil wudu dari hotel atau penginapan Anda sebelum berangkat ke Masjidil Haram untuk menghindari antrean.
  • Air Zamzam: Air Zamzam suci dan boleh digunakan untuk berwudu dan mandi. Keran air Zamzam tersedia di banyak area masjid.

B. Solusi Fikih Saat Kondisi Mendesak

  1. Membatalkan Wudu Saat Tawaf:
    • Hukum: Tawaf memerlukan kesucian (thaharah). Jika wudu batal di tengah tawaf (misalnya buang angin), Anda wajib keluar dari area tawaf, berwudu kembali, dan melanjutkan hitungan tawaf dari putaran tempat Anda berhenti (berdasarkan pendapat kuat mayoritas ulama).
  2. Membatalkan Wudu Saat Shalat:
    • Jika wudu batal saat shalat, Anda wajib keluar, berwudu, dan mengulangi shalat dari awal.
  3. Kesulitan Menjaga Wudu (Bagi Ma’dzur)
    • Bagi yang mengalami salisul baul (beser), istihadhah (darah penyakit non-haid), atau kondisi yang menyebabkan sulit menahan hadas, hukumnya adalah berwudu setiap masuk waktu shalat. Setelah berwudu, kondisi keluarnya hadas dianggap dimaafkan, dan Anda boleh shalat atau tawaf hingga waktu shalat berikutnya tiba.

2. Praktik Shalat Berjamaah di Tanah Suci

Shalat di Masjidil Haram memiliki keutamaan luar biasa, yaitu dilipatgandakan hingga 100.000 kali pahalanya.

Dalil Keutamaan: Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ.

“Satu kali shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama dari 1.000 kali shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram. Dan satu kali shalat di Masjidil Haram lebih utama dari 100.000 kali shalat di masjid lainnya.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan oleh Al-Albani)

A. Panduan Shalat Jamaah di Area Padat

  1. Menghadap Kiblat (Ka’bah): Di Masjidil Haram, Ka’bah adalah kiblatnya. Berbeda dengan masjid lain, di sini Anda bisa shalat menghadap ke segala arah selama Anda masih berada dalam lingkaran Masjidil Haram dan Ka’bah berada di depan Anda.
  2. Shalat di Luar Masjid: Jika area di dalam masjid penuh, shalat di pelataran luar (sekitar hotel atau pertokoan) masih dianggap mendapatkan keutamaan shalat di Masjidil Haram (pendapat sebagian ulama kontemporer).
  3. Makmum yang Jauh: Anda sah menjadi makmum meskipun posisi Anda sangat jauh dari imam (bahkan di luar gedung masjid), asalkan:
    • Anda mengetahui gerakan dan perpindahan imam.
    • Tidak ada penghalang yang memutus shaf.
    • Anda berada di area yang dianggap bersambungan dengan Masjidil Haram (misalnya area hotel yang berbatasan langsung).

B. Hukum Menggabungkan dan Meringkas Shalat (Qashar & Jama’)

Khusus bagi jamaah umrah yang berstatus sebagai musafir (sedang dalam perjalanan), berlaku keringanan syariat:

  1. Qashar (Meringkas): Meringkas shalat fardu empat rakaat (Zuhur, Ashar, Isya) menjadi dua rakaat.
  2. Jama’ (Menggabungkan): Menggabungkan dua shalat dalam satu waktu (Zuhur dengan Ashar, Maghrib dengan Isya).

Penerapan di Makkah: Mayoritas jamaah yang menginap di Makkah (bukan penduduk asli) adalah musafir. Namun, jika Anda shalat di belakang imam Masjidil Haram, Anda wajib mengikuti imam dan menyempurnakan shalat menjadi empat rakaat, kecuali shalat Jumat dan shalat yang memang dua rakaat (Subuh dan Maghrib).

3. Tayamum

Tayamum adalah pengganti wudu atau mandi wajib apabila tidak ada air, atau tidak dapat menggunakan air karena sakit atau kondisi darurat lainnya.

Kapan Boleh Bertayamum di Makkah?

Meskipun air mudah didapatkan di Makkah, tayamum boleh dilakukan jika:

  • Anda sakit parah dan dilarang dokter menggunakan air.
  • Anda tidak dapat mencapai air (wudu) karena kepadatan yang ekstrem atau keterbatasan fisik.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat tayamum

  1. Tayamum harus dilakukan setelah masuk waktu shalat.
  2. Jika alasannya ketiadaan air, maka ketiadaan itu harus dibuktikan setelah melakukan pencarian dan pencarian itu dikerjakan setelah masuk waktu.
  3. Tanah yang dipergunakan harus yang bersih, lembut, dan berdebu. Artinya, tidak basah, tidak bercampur tepung, kapur, batu, dan kotoran lainnya.
  4. Tayamum hanya sebagai pengganti wudhu dan mandi besar, bukan pengganti menghilangkan najis. Artinya, sebelum bertayamum, najis harus dihilangkan terlebih dahulu.
  5. Tayamum hanya bisa dipergunakan untuk satu kali shalat fardhu. Berbeda halnya jika usai shalat fardhu dilanjutkan dengan shalat sunat, shalat jenazah, atau membaca Al-Quran. Maka rangkaian ibadah itu boleh dengan satu kali tayamum.
  6. Tayamum berbeda dengan wudhu. Jika wudhu setidaknya ada enam rukun, maka tayamum hanya memiliki empat rukun: (1) niat dalam hati, (2) mengusap wajah, (3) mengusap kedua tangan, (4) tertib.

Adapun tata caranya adalah sebagai berikut

  1. Siapkan tanah berdebu atau debu yang bersih.
  2. Dalam keadaan menghadap kiblat, ucapkan basmalah lalu letakkan kedua telapak tangan pada debu dengan posisi jari-jari tangan dirapatkan.
  3. Lalu usapkan kedua telapak tangan pada seluruh wajah disertai dengan niat dalam hati, salah satunya dengan redaksi niat berikut:

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِاسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ للهِ تَعَالَى

Artinya: Aku berniat tayamum agar diperbolehkan shalat karena Allah.

Berbeda dengan wudhu, dalam tayamum tidak disyaratkan untuk menyampaikan debu pada bagian-bagian yang ada di bawah rambut atau bulu wajah, baik yang tipis maupun yang tebal. Yang dianjurkan adalah berusaha meratakan debu pada seluruh bagian wajah. Dan itu cukup dengan satu kali menyentuh debu, sebab pada dasarnya lebar wajah tidak melebihi lebar dua telapak tangan. Sehingga “meratakan debu” di sana cukup mengandalkan dugaan yang kuat (ghalibuzhan).

  1. Letakkan kembali telapak tangan pada debu. Kali ini jari-jari direnggangkan serta cincin yang ada pada jari (jika ada) dilepaskan sementara.
  2. Kemudian tempelkan telapak tangan kiri pada punggung tangan kanan, sekiranya ujung-ujung jari dari salah satu tangan tidak melebihi ujung jari telunjuk dari tangan yang lain.
  3. Dari situ usapkan telapak tangan kiri ke punggung lengan kanan sampai ke bagian siku. Lalu, balikkan telapak tangan kiri tersebut ke bagian dalam lengan kanan, kemudan usapkan hingga ke bagian pergelangan.
  4. Sekarang, usapkan bagian dalam jempol kiri ke bagian punggung jempol kanan. Selanjutnya, lakukan hal yang sama pada tangan kiri.
  5. Terakhir, pertemukan kedua telapak tangan dan usap-usapkan di antara jari-jarinya.
  6. Sebagaimana setelah wudhu, setelah tayamum juga dianjurkan oleh sebagian ulama untuk membaca doa bersuci.

Mari Wujudkan Impian ke Tanah Suci!

Mau Umrah? Mari Umrah bersama Jelajah Bumi International untuk mendapatkan layanan terbaik dan pendampingan ibadah yang sesuai syariat. Klik di sini untuk informasi paket dan jadwal keberangkatan Anda!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *