
Sebuah Goa di Puncak Jabal Nur
Misteri gua hira. Gua Hira adalah sebuah gua kecil yang terletak di puncak Jabal Nur (Gunung Cahaya), sekitar 4 kilometer di timur laut kota Makkah, Arab Saudi. Secara fisik, gua ini sangat sederhana panjangnya kurang dari 4 meter dan lebarnya sekitar 1,5 meter. Namun, kesederhanaan fisiknya berbanding terbalik dengan keagungan historisnya, menjadikannya salah satu tempat paling suci dalam Islam.
Mengapa Gua Hira?
Sebelum menerima wahyu, Nabi Muhammad ﷺ memiliki kebiasaan untuk menyendiri dan bertafakur (kontemplasi) di tempat-tempat sunyi. Pada usia menjelang 40 tahun, intensitas beliau ber-tahannuts (menyucikan diri dan beribadah) di Gua Hira semakin meningkat. Beliau mencari ketenangan dari hiruk pikuk dan kebobrokan moral masyarakat Quraisy Makkah saat itu.
Kegiatan ini bukan sekadar meditasi biasa, melainkan sebuah persiapan spiritual yang luar biasa, sebagaimana dicatat dalam Sirah Nabawiyah.
Turunnya Wahyu Pertama
Peristiwa agung di Gua Hira terjadi pada bulan Ramadhan, tahun ke-41 usia Nabi Muhammad ﷺ. Inilah momen paling monumental yang tidak hanya mengubah hidup beliau, tetapi juga arah sejarah seluruh umat manusia.
Pertemuan dengan Jibril
Ketika Nabi Muhammad sedang bertafakur, tiba-tiba Malaikat Jibril datang membawa perintah dari Allah SWT. Peristiwa ini diriwayatkan secara terperinci dalam Hadis sahih.
Menurut Hadis riwayat Bukhari dari Aisyah RA, Jibril mendatangi beliau dan berkata, “Bacalah!” (atau Iqra′). Nabi Muhammad ﷺ menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”
Jibril kemudian memeluk erat beliau hingga sesak, lalu mengulangi perintah itu. Setelah diulangi tiga kali, turunlah lima ayat pertama dari Surah Al-‘Alaq (QS. Al-‘Alaq: 1-5).
عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ٥الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ٤اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ٣خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ٢اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ ١
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Validasi dan Penguatan Iman
Setelah pengalaman yang mengguncang itu, Nabi Muhammad ﷺ pulang dalam keadaan gemetar kepada istrinya, Khadijah binti Khuwailid RA. Khadijah menenangkan beliau dan membawa beliau kepada Waraqah bin Naufal, seorang sepupu Khadijah yang ahli kitab Nasrani.
Waraqah, berdasarkan pengetahuannya tentang kitab-kitab suci, membenarkan bahwa yang datang kepada Nabi Muhammad adalah An-Nâmûs (Jibril), malaikat yang juga pernah datang kepada Nabi Musa AS. Peristiwa ini menjadi validasi awal atas kenabian beliau.
Dampak Historis yang Tidak Tergantikan
Peristiwa di Gua Hira bukan sekadar kisah pribadi, tetapi awal dari sebuah peradaban.
- Awal Turunnya Al-Qur’an: Ayat pertama yang turun di Gua Hira adalah permulaan dari turunnya Al-Qur’an secara bertahap selama 23 tahun. Al-Qur’an adalah sumber hukum dan pedoman hidup utama bagi umat Islam (Dalil Naqli).
- Perubahan Paradigma: Perintah Iqra′ menekankan pentingnya ilmu pengetahuan, membaca, dan pena (bil−qalam), yang menjadi dasar peradaban Islam yang kemudian menjadi mercusuar ilmu pengetahuan di dunia.
- Fondasi Kenabian: Momen ini secara resmi menandai diangkatnya Muhammad sebagai Rasulullah (utusan Allah) dan awal dari penyebaran ajaran Islam, sebuah agama universal yang kini dianut oleh miliaran jiwa.
Hikmah dan Refleksi Spiritual
Kisah Gua Hira mengajarkan beberapa prinsip spiritual yang mendalam, sesuai dengan esensi ajaran Islam (berdasarkan Qur’an, Hadis, dan Ijmak):
- Pentingnya Khulwah (Menyendiri): Untuk mencapai pencerahan dan kejelasan spiritual, terkadang kita perlu menjauh dari kebisingan duniawi untuk berkontemplasi.
- Keutamaan Ilmu: Perintah pertama adalah “Bacalah/Pelajarilah,” yang menunjukkan bahwa ilmu adalah kunci untuk mengenal kebenaran dan Tuhan.
- Keterbatasan Manusia: Jawaban Nabi, “Aku tidak bisa membaca,” menunjukkan bahwa wahyu ini murni berasal dari kekuatan Ilahi, bukan kemampuan pribadi beliau.
Gua Hira, di puncaknya yang sunyi, adalah saksi atas sebuah kelahiran spiritual yang dahsyat. Dari kesunyian di Jabal Nur, Allah SWT mengutus cahaya-Nya, mengubah seorang al-Amin (yang terpercaya) menjadi Rasulullah, dan mengubah sejarah umat manusia selamanya.
