
Jalan menuju mabrur, Haji adalah ibadah puncak dalam Islam perjalanan spiritual yang tidak hanya menguji fisik, tetapi juga menyucikan jiwa. Setiap jamaah tentu mendambakan satu hal: menjadi haji yang mabrur, yaitu haji yang diterima oleh Allah SWT dan berbuah kebaikan sepanjang hidup.
Namun, bagaimana tanda-tanda haji yang benar-benar mabrur? Dan bagaimana cara menjaga kemabruran itu agar tidak hilang setelah pulang dari Tanah Suci? Mari kita bahas bersama.
Makna Haji Mabrur
Secara bahasa, mabrur berasal dari kata “birr” yang berarti kebaikan, ketulusan, dan amal saleh. Sementara secara istilah, haji mabrur adalah haji yang pelaksanaannya sesuai tuntunan syariat, dilakukan dengan ikhlas, dan membuahkan perubahan positif pada diri seseorang.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ”
“Haji yang mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya kecuali surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan betapa tinggi derajat orang yang hajinya diterima oleh Allah SWT. Namun, untuk meraih kemabruran itu, haji tidak cukup hanya sah secara hukum fiqih melainkan juga harus suci dari niat riya’, dosa, dan kesombongan.
Lima Tanda Haji yang Diterima oleh Allah SWT
Berikut adalah lima tanda nyata dari haji yang mabrur, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, hadis, dan pendapat para ulama klasik:
1. Terjadi Perubahan Akhlak dan Perilaku
Tanda paling jelas dari haji yang mabrur adalah perubahan diri ke arah yang lebih baik. Orang yang dulunya keras hati menjadi lembut, yang biasa berkata kasar menjadi santun, yang lalai menjadi lebih taat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ”
“Siapa yang berhaji karena Allah, tidak berkata kotor dan tidak berbuat dosa, maka ia pulang seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, haji yang diterima akan membersihkan jiwa dari dosa, sehingga pelakunya menapaki hidup baru dengan akhlak mulia.
2. Meningkatnya Ketaatan dan Keikhlasan Ibadah
Haji yang diterima akan membuat seseorang semakin dekat kepada Allah SWT. Ia menjadi lebih disiplin dalam shalat, memperbanyak zikir, dan menjaga diri dari perbuatan maksiat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا”
“Apabila kamu telah menyelesaikan manasik hajimu, maka berzikirlah kepada Allah sebagaimana kamu menyebut-nyebut (mengenang) nenek moyangmu, bahkan dengan lebih banyak lagi.”
(QS. Al-Baqarah: 200)
Haji mabrur menumbuhkan kesadaran bahwa ibadah bukan sekadar kewajiban, tetapi kebutuhan spiritual yang harus dirawat setiap hari.
3. Bertambahnya Rasa Kepedulian dan Kedermawanan
Orang yang hajinya diterima akan memiliki hati yang lembut dan peka terhadap penderitaan sesama. Ia gemar membantu, mudah bersedekah, dan menjauhi sifat kikir.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“الْحَجُّ الْمَبْرُورُ هُوَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ، وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ”
“Haji yang mabrur adalah memberi makan (kepada sesama) dan menebarkan salam.”
(HR. Ahmad dan Thabrani)
Dari hadis ini dapat dipahami bahwa kemabruran haji tercermin dari amal sosial dan kasih sayang kepada makhluk Allah.
4. Menjaga Lisan dan Menahan Emosi
Ketika seseorang benar-benar mendapatkan haji yang mabrur, ia akan mampu menjaga lisannya dari ghibah, fitnah, dan kata-kata kasar. Ia juga mampu menahan amarah dan memilih diam ketika dihadapkan pada hal yang memicu emosi.
Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
“فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ”
“Barang siapa telah menetapkan niat haji di bulan itu, maka tidak boleh berkata keji, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (masa) haji.”
(QS. Al-Baqarah: 197)
Ayat ini menunjukkan bahwa pengendalian diri selama haji adalah bentuk latihan spiritual yang harus terus dijaga sepulangnya ke tanah air.
5. Terjaga Konsistensi Ibadah Setelah Pulang
Tanda paling akhir dan paling berat adalah istiqamah. Setelah pulang dari Tanah Suci, seorang haji mabrur tidak kembali kepada kebiasaan buruk, melainkan menjaga semangat ibadahnya.
Allah SWT berfirman:
“إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ”
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka istiqamah, maka malaikat turun kepada mereka.”
(QS. Fussilat: 30)
Kemabruran bukan hanya pada saat di Makkah dan Madinah, tapi pada bagaimana seseorang menjaga keimanan dan amalnya setelah kembali ke rumah.
Cara Mempertahankan Kemabruran Haji
Menjaga kemabruran tidak mudah, tetapi bisa dilakukan dengan langkah-langkah nyata berikut:
- Perbanyak dzikir dan istighfar agar hati tetap bersih dari riya’.
- Jaga hubungan baik dengan sesama jangan sampai kembali pada dosa sosial seperti ghibah, iri, atau sombong.
- Konsisten dalam shalat berjamaah dan sedekah sebagai bentuk rasa syukur.
- Hadir dalam majelis ilmu agar keimanan terus diperbarui.
- Niatkan semua aktivitas sebagai ibadah, meski dalam hal-hal duniawi.
Haji mabrur bukan hanya tentang sahnya ritual, tetapi tentang transformasi spiritual yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tanda-tanda kemabruran dapat dilihat dari akhlak, ibadah, kepedulian sosial, serta kemampuan menjaga diri dari dosa dan maksiat.
Semoga setiap langkah menuju Baitullah menjadi jalan menuju surga, dan setiap jamaah yang pulang membawa gelar haji mabrur yang benar-benar diterima oleh Allah SWT.
